Nenek Anami (140) bersiap. Di pegangnya sebuah tongkat
dan handuk. Dengan perlahan ia berjalan ke luar rumah, menyusuri jalan setapak
bebatuan menurun menuju sebuah sumur yang berjarak beberapa meter dari
rumahnya.
Meski
dibantu tongkat, badan ibu beranak sembilan ini cukup ajeg. Jalannya lancar,
bahkan tidak tampak kesulitan saat berjalan di bebatuan dengan jalan menurun.
Penglihatannya
masih awas, begitupun dengan pendengarannya masih jelas. Ketika sampai di
sumur, Nenek Anami mandi sendiri dengan menggunakan air sumur yang sebelumnya
sudah disiapkan sang anak.
"Ingatan
emak juga masih bagus. Hanya memang terkadang, ketika cerita yang terlalu lama,
ia terkadang berpikir dulu sebentar," ujar salah satu anaknya, Mimin
kepada Kompas.com di kediamannya di Kampung Burung Sarang, RT 08, RW 04, Desa
Cisarua, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Jumat sore
(15/5/2015).
Mimin
bercerita, Nenek Anami tidak memiliki penyakit. Kalau pun terserang sakit, ia
hanya menderita sakit ringan yang sembuh dalam beberapa hari.
Bahkan, di
usianya yang renta, Nenek Anami masih beraktivitas seperti biasa. Jika ingin
memakan lalap, ia mengambil sendiri di sawah dan memasaknya.
"Dulu,
Emak suka jualan aneka gorengan keliling kampung. Sekitar tahun 1998, Emak
mulai berhenti jualan dan mulai tinggal dengan saya. Awalnya, emak tinggal
sendiri," tutur Mimin.
Mimin
melihat ibunya sangat bugar. Dari pantauan Kompas.com, wajahnya bersih dan
bugar meski keriput sudah sangat mendominasi.
Keluarga
maupun Nenek Anami mengaku tidak ada resep khusus. Hanya saja, Nenek Anami
kerap memakan dedaunan mentah (lalap) terutama antanan dan jontang.
"Dahar
mah jeung antanan weh jeung jontang (makan mah sama antanan dan jontang
saja)," kata Anami seraya mengatakan, ia mengurangi konsumsi makanan
favoitnya tersebut setelah tidak memiliki gigi.
Kalaupun mau
memakan antanan dan jontang, kini harus direbus terlebih dahulu. Menurut warga
sekitar, antanan dan jontang tumbuh subur di pesawahan tanah Sunda, khususnya
di Purwakarta.
Antanan
memiliki khasiat untuk melancarkan peredaran darah, sedangkan jontang
bermanfaat untuk menghindari berbagai peyakit wanita.
Rasa
dedaunan itu hangat seperti daun mint. Dalam beberapa literatur Sunda, orang
Sunda zaman dulu sering mengkonsumsi sayuran mentah (lalap) karena dipercaya
bisa membuat awet muda dan menyehatkan tubuh.
Bahkan
kebiasaan orang Sunda memakan lalap mentah ini diceritakan dalam legenda
Sangkuriang. Yakni bagaimana ibunda Sangkuriang masih sangat cantik dan muda di
usianya yang senja karena mengkonsumsi lalap mentah.
Kecantikannya
ini pun menarik hati Sangkuriang untuk mencintai ibu kandungnya sendiri. Ada
yang unik dari Nenek Anami.
Ia tidak
bisa mengkonsumsi nasi yang dimasak menggunakan alat listrik. Ia hanya ingin
mengonsumsi nasi yang dimasak di seeng (penanak nasi tradisional) yang biasanya
dimasak di atas hayu (alat masak dari tanah liat). Untuk lauknya, biasanya
Nenek Anami memakan tempe, tahu, dan ikan asin.
Selain
mengkonsumsi antanan dan jontang, resep lain dari kebugaran Nenek Anami adalah
berserah pada Tuhan. Anami mengaku, selama hidup tidak pernah memusingkan
sesuatu.
Apapun ia
jalani dengan santai. Bahkan ketika suaminya berselingkuh dan menikahi wanita
lain, Anami tidak mau ambil pusing.
"Keunbae
tong dijieun pusing. Bebaskeun, bebaskeun. Hirup mah kudu tawakal (biarkan
jangan diambil pusing (masalah). Bebaskan, bebaskan. Hidup itu harus tawakal
(berserah diri)," ucapnya.